Pembom Tu-16KS AURI |
Sebagai bagian dari pembangunan kekuatan udara AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia) pada dekade 1950an, Uni Soviet mengijinkan penjualan pembom strategis Tupolev Tu-16KS yang kala itu termasuk masih terhitung baru. Indonesia kala itu hendak mempersiapkan operasi Trikora untuk merebut kembali Irian dari tangan Belanda.
Sebanyak 24 pesawat Tu-16KS dibeli dan dibagi dua, menjadi kekuatan Skadron Udara 41 dan 42 di Madiun. Kala itu, pangkalan udara yang sanggup melayani Tu-16KS hanya ada dua, Kemayoran dan Madiun, itupun setelah diperpanjang landas pacunya. Kemayoran menjadi pangkalan udara untuk jet pemburu, maka jadilah Tu-16KS dikandangkan di Madiun.
Sejarah selanjutnya dari Tu-16KS TNI AU mungkin sudah banyak yang mengetahui, jadi penulis ingin lebih banyak menyigi kemampuan dan sejarah varian Tu-16KS sejak awal mulanya di negeri Beruang Merah yang didesain sebagai penghancur kapal perang.
Tu-16KS pesanan Indonesia sendiri dibuat di Pabrik nomor 22, atau dikenal juga sebagai Pabrik S.P. Gorbunov yang berlokasi di Kazan-Borisoglebskoye. Pabrik ini membuat tiga varian Tu-16 di masa-masa awal yang meliputi Tu-16, Tu-16A yang berkemampuan gotong bom nuklir, dan terakhir tentu saja Tu-16KS pesanan Indonesia yang dibuat pada tahun 1956. Di luar Pabrik nomor 22, Uni Soviet masih memiliki dua pabrik lainnya yang membuat Tu-16.
Tu-16KS awalnya dikenal sebagai 'Order 187' dan didesain sebagai pembawa ideal dari rudal penghancur kapal KS-1. Rudal KS-1 sendiri dikembangkan oleh OKB-155 sebagai pembuat rudal dan SKB-1 sebagai pembuat sistem kendalinya. KS-1 sebagai rudal penghancur kapal berukuran masif, dengan panjang 8,29 meter, sayap sayung sepanjang 4 meter, dan bermesin turbojet RD-500K yang bisa terbang sejauh 70-90km dengan hululedak HE (High Explosive) seberat 1 ton.
Tu-16KS sebagai pesawat pembawa dilengkapi dengan sistem penjejak sasaran K-3 yang dilengkapi radar pencari 'Kobal't' yang mampu mencari, mendeteksi, mengunci, dan menyediakan penjejakan terus-menerus bagi rudal KS-1. Begitu target terdeteksi, Kobal't akan menjejak sasaran dan ada satu orang spesialis operator/ juru tembak yang akan melepaskan KS-1 dan kemudian memandunya dengan sistem bernama K-2 berbasis gelombang radio.
Gelombang radio ini akan diterima oleh antena yang terpasang di sirip ekor tegak rudal KS-1, sampai kemudian radar pasif K-1 di hidung rudal KS-1 mampu menangkap sasarannya dan tugas operator di pesawat akan diambil alih oleh sistem autopilot K-5 di badan rudal KS-1 yang akan meluncur terus ke sasaran dan meledakkannya.
Ujicoba pertama Tu-16 untuk mengadaptasi rudal KS-1 dilakukan pada Tu-16 buatan Pabrik No.22 dengan nomor seri 4200305. Perubahan yang dilakukan adalah pemasangan kapsul bertekanan untuk spesialis operator tepat di depan ruang penyimpanan bom dan sistem radar K-1M Kobal't dalam radome di bawah kokpit yang bisa ditarik masuk. Pemasangan radar pada radome ini memungkinkan pencarian 360 derajat atas sasaran.
Karena KS-1 ukurannya sangat besar, bahkan seukuran dengan pesawat latih MiG-15, maka tempat pemasangannya hanya bisa dilakukan di bawah sayap. Maka, struktur sayap pun diperkuat untuk bisa dipasangi pylon yang menahan KS-1 sampai dilepaskan. Uniknya, desain pylon penggantung KS-1 ini adalah pylon basah, artinya rudal KS-1 bisa diisi bahan bakarnya di udara dari Tu-16KS pembawa.
Ujicoba pelepasan KS-1 dari Tu-16KS dilakukan pada Agustus-November 1954 dengan pilot uji Yuriy T. Alasheyev di balik kemudi utama. Tercatat ada 18 kali sorti penerbangan yang dilakukan. Dari pengujian tersebut didapati bahwa KS-1 idealnya dilepaskan dari ketinggian 3.500-4.000 meter saat Tu-16 pembawanya terbang dengan kecepatan 370 km/jam.
Saat terbang membawa dua KS-1, Tu-16KS harus dibatasi kecepatannya maksimal 575 km/jam untuk mencegah vibrasi berlebihan. Untungnya, tidak ada perubahan pada kebutuhan jarak lepas landas apabila Tu-16KS harus membawa dua rudal, yaitu tetap 1.240 meter. Pilot hanya harus berhati-hati saat mendarat apabila Tu-16KS masih membawa rudal, karena kecepatannya bertambah 10-15 km/jam.
Saat diuji dalam penerbangan, radar K-1M punya jarak deteksi sampai 160 kilometer dalam berbagai ketinggian, dan penguncian sasaran dapat dilakukan secara ajek. Sayangnya, jarak luncur KS-1 sendiri terbatas pada jarak 90 kilometer sehingga Tu-16KS harus terbang cukup dekat dan dapat ditangkap oleh radar yang terpasang pada kapal perang yang jadi sasaran KS-1.
Dengan melihat pada kemampuan Tu-16KS yang sejatinya terbatas teknologinya pada saat itu, maka jika AURI ditugaskan menggelar Tu-16 dalam operasi Jayawijaya untuk memburu kapal induk Belanda HNMLS Karel Doorman, ini akan jadi tugas yang maha sulit, bahkan boleh dikata sebagai one way mission alias misi bunuh diri bagi awak Tu-16KS AURI. Ini bukan mengecilkan kemampuan dan keberanian pilot-pilot AURI yang memang terkenal hebat, pemberani, dan teruji dalam berbagai operasi militer dalam negeri, tetapi juga mempertimbangkan situasi dan kemampuan taktis yang ada saat itu.
Hal ini disebabkan karena Belanda pun memiliki stasiun radar di Biak maupun radar dari kapal-kapal perangnya yang juga berfungsi sebagai radar piket. Penerbangan Tu-16KS, jika memang dilakukan dari Morotai, juga besar kemungkinan terdeteksi karena intelijen Belanda juga sudah menyadap komunikasi pihak Indonesia. Dari segi kemampuan, kemungkinan perkenaan KS-1 juga cukup rendah apabila kapal perang sasaran punya sistem pengacau radar atau sistem pertahanan jarak dekat, mengingat kecepatan KS-1 yang rendah.
Begitu Tu-16KS muncul, pesawat tempur Hawker Sea Hawk akan lepas landas dari Karel Doorman dan memburu Tu-16KS AURI dengan rudal AIM-9B Sidewinder. Soal mana yang lebih unggul, kita hanya berandai-andai, karena pada akhirnya kemenangan diplomasi berhasil mengantarkan Papua ke dalam pelukan hangat Republik Indonesia. Tu-16KS sendiri pensiun seiring merenggangnya hubungan Indonesia dan Uni Soviet, plus Indonesia yang tidak punya uang untuk membeli suku cadang. (Aryo Nugroho)
0 Response to "Tu-16KS, Kemampuan Pembom Tempur Jarak Jauh Sejati Milik AURI"
Post a Comment